Senin, Agustus 13, 2012

Manusia dan Keadilan



A. PENGERTIAN KEADILAN
            Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing – masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
            Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaanya dikendalikan oleh akal.
            Lain lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bila mana  warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah? Sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
            Kong Hu Cu berpendapat lain : keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing – masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai – nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
            Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperolah bagian yang sama dari kekayaan bersama.
            Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain.  Sebaliknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
            Sebagai contoh, seorang pegawai yang hanya menuntut kenaikan gaji tetapi kerjanya gak pernah bener maka itu disebut meremas. Sebaliknya pula, seorang bos atau pimpinan yang terus menerus menyuruh orang lain atau bawahannya untuk bekerja lebih maksimal tanpa memperhatikan upah yang ia dapat dan kerja kerasnya, maka perbuatan itu lebih condong kearah perbudakkan. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya, kita menuntut kenaikan upah, sudah tentu kita juga harus berusaha meningkatkan prestasi dan kreatifitas kita dan bersungguh – sungguh dalam menjalankan pekerjaan. Apabila kita menjadi pemimpin atau majikan, kita harus memikirkan tugas yang di pikul oleh bawahan kita dan juga upah yang diterima.
B. KEADILAN SOSIAL
            Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima pancasila, berbunyi : “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.”
            Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sbagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembaruan pengertian kesejahteraan dan keadilan.
            Bung Hattadalam uraian mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita – cita keadilan sosial dalam bidang kemakmuran yang merata diuraikan secara terperinci.
            Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan sebagai berikut :
“sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.
            Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancalisa (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
“Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia”.
            Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1)    Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
2)    Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak – hak orang lain.
3)    Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4)    Sikap suka bekerja keras
5)    Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama

Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam
berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melaui delapan jalur pemerataan, yaitu : 1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan. (2) pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. (3) pemerataan pembagian pendapatan. (4) pemerataan kesempatan kerja. (5) pemerataan kesempatan berusaha. (6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. (7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. (8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Keadilan dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidak adilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidak adilan, menimbulkan daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidak adilan, seperti drama, puisi, novel, musik dan lain – lain.

C. BERBAGAI MACAM KEADILAN

A. Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling sosok baginya (The man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebut keadilan legal.
            Keadilan timbul karena penyatuan dam penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian – bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi – bagikan fungsi dalam negara kepada masing – masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
            Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas – tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus keasehatan mencampuri urusan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B. Keadilan Distributif
            Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal – hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal – hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Fahrie bekerja 15 tahun dan karno bekerja 10 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara fahrie dan karno, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata fahrie menerima Rp.100.000,- maka karno harus menerima Rp 50.000. akan tetapi bila besar hadiah fahrie dan karno sama, justru hal tersebut tidak adil.

C. Keadilan komutatif
            Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian masyarakat.

Contoh :
Dr.Sukarno dipanggil seorang pasien, Ovia namanya. Sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, Ovia menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dengan pasien menjadi dua insan yang saling jatuh cinta. Bila dr.Sukarno belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena dr.Sukarno sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr.Sukarno melalaikan kewajibanya sebagai suami, sedangkan Ovia merusak rumah tangga dr.Sukarno.

D. KEJUJURAN
            Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataa yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar – benar ada. Jujur juga berarti sseorang bersih hatinya dari perbuatan – perbuatanyang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karna itu jujur juga berarti menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata – kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat. Seseorang yang tidak menepati niatnyaberarti ia mendustai dirinya sendiri. Apabila niat telah terlahir dalam kata – kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Seseorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta, walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
           
            Barang siapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.

            Orang bodoh yang jujur adalah lebih baik dari pada orang pandai yang lancung, barang siapa tidak dapat dipercaya tutur katanya, atau tidak menepati janji dan kesanggupannya. Termasuk golongan orang munafik sehingga tidak menerima belas kasihan tuhan.

            Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.

            Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu menusia dihadapkan kepada pilihan antara yang halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal tentang jujur dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil, dan sebagainya.

            Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M.Alamsyah dalam bukunya budi nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran ilahi. Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusn dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan diatas diri keyakinannya maka seseorang diketahui kepribadiannya. Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki keyakinan yang matang, sebaliknya orang yang hatinya tidak bersih dan mau berpikir curang , memiliki kepribadian yang buruk dan rendah dan sering tidak yakin pada dirinya. Karena apa yang ada dalam nuraninya banak dipengaruhi oleh pemikirannya yang kadang – kadang justru bertentangan.

            Bertolak ukur hati nurani, seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan norma – norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan, dan sifat kepribadiannya yang semstinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmani maupun rohaninya yang menimbukkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak adilan. Nilai – nilai etis nin dikaitkan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

            Selain nilai etis yang ditujukan kepada sesma manusia, hati nurani berkaitan erat juga dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani yang amat peka dalam hubungannya dengan tuhan adalah manusia agama yang selalu ingat kepada-Nya sebagai sang pencipta, sekaku mensyukuri apa yang diberikan-Nya, selalu merasa dirinya berdosa bila tidak menurut apa yang digariskan-Nya, akan selalu gelisah bila belum menjalankan ibadah untuk-Nya.

            Berbagai hal yang menyebabkan orang berbuat tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun dan untuk mendidik.

            Mochtar lubis dalm bukunya jalan tak ada ujung, menggambarkan guru isa yang memiliki dasar kejujuran, pada suatu waktu karena desakan ekonomi berbuat curang juga. Dalam kehidupan sehari – hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.

            Ketidak jujuran sangat luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan da kebutuhan hidup manusia.

            Bagi seniman kejujuran dan ketidak jujuran membangkitkan daya kreatifitas manusia. Banyal hasil seni lahir dari kandungan peristiwa atau kasus ketidak jujuran. Hal ini, karena dengan mengkomunikasikan hal yang sebaliknya manusia akan terangsang untuk berbuat jujur.

            Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun demi sopan santun dan pendidikan, orang diperbolehkan berkata tidak jujur sampai pada batas – batas yang dapat dibenarkan.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com